Sunday 27 June 2010

Kekuatan Sebuah Bahasa

Sepanjang sejarah umat manusia, bahasa menjadi alat komunikasi yang tidak terganti. Setiap hari miliaran orang di dunia ini berbahasa untuk mengisi kehidupannya. Bahasa digunakan untuk mengajar mahasiswa oleh dosen, bahasa digunakan untuk aktivitas jual-beli nasi kuning, bahasa digunakan untuk menjelaskan kebijakan penguasa kepada umat, bahasa digunakan untuk meraih dukungan suara dalam pemilu, bahasa digunakan seorang penyanyi untuk menyampaikan makna-makna syair lagunya, dan sebagainya. Bahasa telah melekat dalam kehidupan kita.

Apakah Bahasa Itu?

Sebuah pertanyaan muncul, apa itu bahasa. Ini menjadi pertanyaan penting untuk mamahami bahasa secara mendalam. Dalam kehidupan sehari-hari, yang menggunakan bahasa adalah manusia (wahyu Allah juga berbentuk bahasa namun tidak dibahas di sini). Manusialah yang berbahasa.

Bahasa oleh manusia diwujudkan dalam bentuk susunan kata, frase, kalimat, paragraf, bab, dan seterusnya yang semuanya bisa diwujudkan dalam renteten huruf jika dituliskan. Artinya, untuk meneliti suatu bahasa yang digunakan seseorang, susunan kata, frase, kalimat, paragraf, bab menjadi objek pembahasan. Karena semua itu adalah wujud dari bahasa.

Jika susunan kata, frase, kalimat merupakan wujud dari bahasa, lantas bahasa itu perwujudan dari apa? Ini pertanyaan yang menjembatani kita untuk mengetahui apa itu bahasa.

Bahasa merupakan wujud dari pemikiran. Berbahasa berarti mewujudkan hasil berpikir. Sebab, tanpa berpikir kita tidak bisa berbahasa dan hasil dari proses berpikir orang satu tidak mungkin diketahui orang lain tanpa diwujudkan dalam bentuk bahasa. Karena pemikiran bukanlah benda real yang bisa kita indera sedangkan wujud dari bahasa adalah benda real yang bisa kita indera. Untuk mengetahui pemikiran, menganalisis, dan mengembangkan pemikiran dibutuhkan suatu bahasa untuk mewujudkannya. Jadi berbahas adalah wujud dari berpikir dan bahasa adalah wujud dari pemikiran.

Berpikir

Bahasa sangat berbeda dengan suara. Suara merupakan salah satu medium penyampaian bahasa. Sebagaimana medium lain juga dapat digunakan untuk memahami bahasa, yaitu tulisan. Tidak bisa disamakan antara bahasa dengan suara. Sebab, keduanya berbeda konteks. Bahasa adalah wujud pemikiran dan suara/tulisan adalah medium penyampaian bahasa.

Sebagai contoh, seorang bayi. Bayi pertama kali dilahirkan di dunia mengeluarkan suara dari dalam mulutnya. Hal itu tidak bisa kita katakan bayi sedang berbahasa karena berbahasa mengharuskan adanya aktivitas berpikir sebelumnya dan akal pikiran bayi belumlah sempurna. Ini tidak masuk dalam kategori bahasa yang kita bahas di sini.

Contoh di atas menunjukkan bahwa pertama kali manusia hadir di dunia, tidak membawa bahasa tertentu karena ia tidak berbahasa. Berbahasa membutuhkan usaha untuk meraihnya. Selanjutnya, hal itulah yang kita sebut sebagai pembentukan bahasa pada diri seorang manusia. Lantas, bagaimanakah proses pembentukan bahasa tersebut?. Untuk menelitinya kita akan mudah melaluinya dengan menelusuri definisi berpikir. Sebab, berpikir ada sebelum berbahasa dan berpikir itulah yang menentukan manusia berbahasa.

Berpikir didefinisikan sebagai aktivitas akal pikiran manusia untuk mengaitkan informasi awal yang diterimanya dengan fakta yang diindera oleh alat inderanya. Jadi komponen berpikir berupa : akal pikiran, fakta yang bisa diindera, alat indera, dan informasi awal.

Sejak bayi, kita telah menggunakan alat indera kita untuk menyerap fakta yang bisa diindera, tangan untuk meraba, lidah untuk menangkap rasa, hidung untuk mencium bau, mata untuk melihat, telinga untuk mendengar. Hingga sekarang pun kita masih menggunakan alat indera tersebut untuk menunjang aktivitas berpikir kita. Namun, aktivitas berpikir tidak akan pernah terbentuk dengan hanya kita menggunakan alat indera. Diharuskan adanya informasi awal untuk dikaitkan dengan hasil penyerapan alat indera tadi. Hasil dari aktivitas berpikir inilah dinamakan sebagai pemikiran. Jadi, pemikiran ialah status hukum sebuah fakta. Pemikiran inilah yang menyertai saat kita berbahasa. Maksudnya, saat kita berbahasa berarti kita mewujudkan pemikiran.

Adapun, informasi awal yang kita terima bukanlah dari diri kita. Kita tidak akan mungkin bisa menghasilkan informasi awal secara mutlak. Sebab, saat kita masih bayi, kita tidak membawa informasi awal sehingga tidak membutuhkan informasi awal dari luar diri kita. Manusia secerdas apapun tidak akan pernah bisa menghasilkan informasi awal secara mutlak. Yang ia hasilkan adalah pemikiran bukan informasi awal. Jadi, pemikiran pada seorang manusia adalah hasil dari pembentukan pemikiran itu sendiri bukan datang secara tiba-tiba.

Kita membutuhkan manusia lain selain diri kita untuk membentuk pemikiran yang ada pada diri kita. Sehingga sangat masuk akal jika seorang ibu dan juga bapak kita adalah orang-orang yang jasanya tak ternilai di dunia ini bagi kehidupan kita. Merekalah yang memberikan informasi awal pertama kali pada kita sehingga kita bisa berpikir, berbahasa, dan hidup di dunia ini. Mereka memberikan informasi awal yang bersifat mendasar sehingga kita bisa memperoleh informasi awal lain yang bersifat lebih rumit. Sedangkan tanpa informasi awal yang bersifat mendasar tadi kita akan kesulitan menerima informasi awal yang sifatnya lebih rumit. Mereka benar-benar tak ternilai jasanya dalam kehidupan kita di dunia ini.

Setelah tumbuh menjadi anak-anak kita mulai mengenal dunia selain dunia keluarga kita. Kita bertemu dengan anak-anak lain selain kita. Bersama mereka kita bermain, menikmati masa kecil yang penuh dengan keriangan. Kita bermain kelereng, layang-layang, petak umpet, berenang di empang, berlari-lari, menjelajahi tempat baru yang sebelumnya tak tersentuh, dan yang lainnya. Mungkin itu masa kanak-kanak dulu, ada kemungkinan berbeda dengan masa sekarang. Menginjak masa sekolah, kita tidak hanya bertemu dengan teman-teman sepermainan kita, namun juga menemukan teman baru yang sebelumnya tak dikenali. Bertemu dengan bapak dan ibu guru, bertemu dengan ibu kantin dan yang lainnya. Demikian seterusnya hingga kita seperti sekarang ini kita telah bertemu banyak orang.

Pertemuan tersebut sangat mempengaruhi diri kita. Dari sanalah kita menerima berbagai informasi awal yang sebelumnya tidak kita miliki. Informasi awal tersebut berasal dari teman, bapak dan ibu guru, guru ngaji, pedagang keliling, ibu kantin, dan sebagainya. Sehingga kita memiliki informasi awal yang lebih banyak daripada saat kita hanya di rumah bersama orang tua. Hari demi hari, minggu berganti minggu, bulan berbulan, dari tahun ke tahun hingga kita sekarang masih ada di dunia kita telah melewatkan waktu untuk mendapatkan informasi awal yang beragam jenis, kuantitas, dan kualitas. Selain itu, alat indera kita juga menyerap fakta-fakta dan menemui berbagai realitas kehidupan. Pengaitan diantara keduanya, yaitu fakta/realitas dengan informasi awal secara berkesinambungan itu merupakan pembentukan pemikiran kita. Itu pulalah yang selanjutnya menjadi dasar pembentukan bahasa dalam diri kita.

Penerimaan informasi awal dari orang lain selain kita kepada kita juga merupakan suatu aktivitas sebagaimana pengaitan antara informasi awal dengan fakta yang terindera dalam berpikir. Aktivitas di sini maksudnya adalah proses. Proses dicirikan sebagai adanya suatu akhir maka ada suatu awal. Sesuatu tidak akan berakhir kecuali ada sesuatu awalnya. Kita membahasakannya membutuhkan waktu tertentu untuk mengadakan proses atau aktivitas. Karena penerimaan informasi awal juga bagian dari aktivitas, maka saat kita telah menerima informasi awal berarti ada sesuatu pada awal yang mengirimkan informasi awal kepada kita. Informasi awal yang kita terima sekarang berasal dari informasi awal yang diberikan oleh sesuatu pada masa lalu. Demikian juga dengan informasi awal yang akan diterima orang lain dari diri kita menjadikan kita harus memberikan informasi awal pada masa sekarang.

Misalnya, informasi awal yang kita terima sekarang berasal dari orang A sedangkan informasi awal yang orang A terima berasal dari orang B. Demikian juga dengan informasi awal orang B berasal dari orang C, dan seterusnya. Jika kita urutkan, waktu kita terima informasi awal adalah t1, orang A menerima informasi pada saat t2, sedangkan orang B menerima informasi awal pada waktu t3, maka t1 ada setelah t2 ada dan t2 ada setelah t3 ada seterusnya hingga manusia pertama menerima informasi awal. Artinya, saat sekarang kita terima suatu informasi awal baik itu rumit atau yang bersifat mendasar maka manusia pertama itu harus ada. Dan manusia pertama itu harus menerima informasi awal dari sesuatu yang lain. Jika kita yang menerima informasi awal, maka kita menerimanya dari orang lain selain kita. Namun, berbeda jika yang menerima informasi awal adalah manusia pertama, ia tidak akan mungkin menerima informasi awal dari manusia lain selain dirinya karena manusia lain selain dirinya tidak ada. Oleh karena itu manusia pertama harus menerima infomasi awal dari sesuatu selain dirinya dan manusia lain. Sesuatu tersebut adalah Allah SWT. Allah SWT telah menegaskan hal ini di dalam Al Quran. Dia berfirman :


“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!’’’(TQS Al Baqarah [2]:31)