Monday 3 December 2012

Jawaban Seorang Muslim Atas Pertanyaan Atheisme

Bismillah..

Pendahuluan

Kemarin pagi aku mendapat message dari seorang teman. Dia menyampaikan kabar bahwa ada pertanyaan yang datang kepadanya. Bunyinya seperti ini :

      "Bagaimana kita tahu pencipta (mungkin maksudnya penciptaan) itu bukan mekanisme saja, tapi
      juga merupakan sesuatu yang punya kehendak? Bukan sekadar seperti sesuatu yang jatuh ke
      bawah karena mekanisme gravitasi".

Dia melanjutkan dengan menjawab pertanyaan tersebut :

      "Alam semesta harusnya ada dalam ketiadakan terus, atau dalam Fisikanya vakum kuantum. Nah
      perubahan menjadi dari tiada jadi ada menunjukkan ada kehendak".

Selanjutnya, datang kepadanya tanggapan atas jawabannya tadi:
     "Saya terjebak pada cara berpikir Newtonian bahwa perubahan itu butuh gaya dari luar. Kalau
      dalam kerangka Kuantum apapun bisa terjadi".
     "Kira-kira gitu tom"

dia melanjutkan.

Artikel sederhana ini mengandung ajakan kepada pembaca untuk mencoba menjawab pertanyaan ataupun tanggapan-tanggapan di atas. Penulis artikel bukanlah Fisikawan, melainkan seorang Muslim biasa yang haus akan ilmu. Melalui artikel inilah upaya untuk menelusuri ilmu dilakukan. Penulis tidak mempunyai pendapat orisinil. Penulis hanya mencoba merangkai pendapat-pendapat  yang sudah ada, baik dari seorang Fisikawan maupun pemikir Muslim. Adapun message tadi tidaklah datang dari seorang Atheis. Namun biasanya, Atheis menyimpan segudang pertanyaan, semacam pertanyaan di atas. Pemilihan judul adalah hak perogatif penulis. Semoga antara judul dan isinya nyambung. Oke, pesan sponsor sampai di sini, mari kita coba jawab pertanyaan dan tanggapan tersebut.

Dalam buku Quantum Field Theory, Ryder memberikan pendahuluan sebagai berikut :

     "...The salient point is that photons are the quanta of the field which describes the interaction
     between the particle of matter. The electron happen to be there and because they interact (if they
     did not we would not know they were there!) the electromagnetic field and, therefore, photons
     become compulsary!. But this is not all. Mouns and photons and all short of other
     charged particles also happen to exist, and to interact in the same way, through the
     electromagnetic field. The reason for
the existance of all these particles is so far unknown, but we
     way summarise by saying that we have a spectrum of particle state ((e, μ, p, Ʃ, Ω, etc) and a field
     through which these particle interact- an interaction, in short..." [1]

Menurut Ryden, foton adalah kuanta pada suatu medan yang mendeskipsikan interaksi partikel. Partikel (elektron) berada di sana dan berinteraksi. Jika tidak, kita tidak akan pernah tahu mereka ada di sana. Alasan keberadaan mereka di sana tidak diketahui.
   
     "...The reason for the existance of all these particles is so far unknown,..."

Ada satu kesimpulan yang bisa ditarik dari sini. Fisikawan cenderung tidak memperhatikan keberadaan partikel. Maksudnya, berbeda dengan seorang Atheis yang cenderung memperhatikan keberadaan partikel beserta interaksinya sebagai pembuktian atas keyakinan akan tidak adanya Tuhan. Dengan kata lain, Fisika itu netral.

Lantas, bagaimana dengan tanggapan:

      "..dalam kerangka Kuantum apapun bisa terjadi"?

yang merupakan bentuk penegasan dari pertanyaan awal tentang bagaimana kehendak itu hadir dalam penciptaan. Sebelum membongkar pertanyaan dan tanggapan di atas, ada baiknya, kita telisik lebih dalam terlebih dahulu apa itu Kuantum.


Cerita Dunia Kuantum
Maxwellian mampu menjelaskan fenomena gelombang elektromagnetik. Sedangkan, hukum-hukum Newton juga mampu bertahan menghandel fenomena partikel selama berabad-abad. Dalam Fisika klasik, hukum-hukum yang mengatur kekhasan gelombang dan partikel sama sekali berbeda. Gerak peluru memenuhi hukum-hukum yang berlaku bagi partikel, seperti mekanika Newtonian. Sedangkan gelombang mengalami interferensi dan difraksi, yang tidak dapat dijelaskan dengan mekanika Newton yang berlaku bagi partikel.[2]

Selama bertahun-tahun, pandangan Fisika bahwa partikel dan gelombang adalah dua buah fenomena yang dijelaskan dengan hukumnya masing-masing, bertahan. Seorang mahasiswa doktoral bernama Louise de Broglie mengubah pandangan itu semua. Ia mengajukan disertasinya yang bersama dengan Fisikawan lain mampu merevolusi Fisika. Dalam cakupan mikroskopik, kerap kali partikel memenuhi hukum-hukum yang berlaku pada gelombang. Efek Compton hanya bisa dipahami jika cahaya dianggap sebagai partikel. Suatu pandangan yang tidak ditemukan pada Fisika Klasik. Dalam disetasinya, de Broglie dihadapkan pada dua pilihan. Apakah dualisme partikel-gelombang ini merupakan sifat yang hanya dimiliki oleh cahaya atau semua benda? de Brogli memilih yang kedua. Ia lulus dengan disertasinya. Pada tahun 1925 di Bell Telephone Laboratories Amerika CJ. Davisson dan CH. Kunsman, Davisson, dan L.H. Germer melakukan eksperimen berkas elektron yang dikenakan pada kristal nikel. Hasilnya, hampuran elektron membentuk pola difraksi. Padahal, dalam pandangan Maxwellian-Newtonian kita tahu bahwa difraksi hanya berlaku untuk gelombang. Ini berarti percobaan ini mengukuhkan hipotesis de Broglie bahwa partikel juga bersifat gelombang. Sejak itulah, kelahiran era baru di mulai di Fisika, era Kuantum.[3]

Kuantum berasal dari kata kuanta. Ini dipernalkan oleh Max Plank. Paket (kuanta) energi bagi gelombang elektromagnetik di dalam rongga benda hitam. Gelombang elegtromagnetik direpresentasikan sebagai osilator yang hanya dapat menyerap dana melepas energi sebesar hv dan kelipatan bulatnya. Einstein mengambil pendapat ini dan mempertajamnya dengan menyatakan bahwa cahaya terpaket adalah partikel.

Paket gelombang ialah banyaknya gelombang individual dengan panjang gelombangnya masing-masing dan terkonsentrasi pada area tertentu. Jika dinyatakan dalam bilangan gelombang k, dengan k=2π/λ yang berarti bilangan gelombang berbanding terbalik dengan panjang gelombang. Sehingga, setiap paket gelombang merupakan banyaknya gelombag dengan bilangan gelombangnya. Selisih bilangan terbesar dengan bilangan terkecil adalah Δk. Perkalian  Δk dengan ukuran paket gelombang yang dihasilkan, Δx mempunyai hubungan yang menarik. Perkalian keduanya mendekati distribusi Gaussian jika nilainya minimum. Oleh karena itu, secara matematis dituliskan sebagai
 ΔkΔx >= 1/2. Perkalian bilangan gelombang dengan konstanta Plank ħ (ħ=h/2π), p=ħk, maka diperoleh hubungan fundamental yang selanjutnya disebut dengan ketidakpastian Heisenberg.                                                                      ΔpΔx >=ħ /2


Δp ditafsirkan sebagai keidakpastian momentum dan Δx ialah ketidakpastian posisi. Ketidakpastian posisi Δx sama dengan nol berarti posisi partikel diketahui pasti berada di satu titik tertentu. Adapun Δp sama dengan nol berarti momentum partikel mempunyai satu nilai tertentu dan itu pasti. Hubungan ketidakpastian Heinsenberg jelas melarang nilai nol bagi ketidakpastian posisi dan momentum. Meskipun satu nilai nol, misalkan pada ketidakpastian posisi atau momentum. Di sinilah letak kemenarikan tadi, bahwa implikasi dari itu semua, partikel tidak akan pernah diam. Partikel selalu bergerak.

Sekarang, kita perluas ketidakpastian Heisenberg pada hubungan energi dengan waktu. Hubungan momentum Compton dan energi Planck memberikan p = h/λ (x v/v) = E/c. Maka prinsip tersebut menjadi:
 
                                                                     ΔEΔt >=ħ /2

Artinya, partikel berfluktuasi sebesar ΔE selama Δt. Salah satu penerapan prinsip ini ada pada sebuah partikel yang terjebak di dalam lembah. Bayangkan ada dua bukit yang terpisah oleh satu lembah. Sebuah partikel berada di sebuah titik A, yaitu sebuah titik yang terletak di antara dasar lembah dan puncak bukit. Sedangkan titik B, sama terlatak di antara dasar lembah dan puncak bukit, namun dengan bukit yang berbeda. Maka titik A dan B berseberangan dan mereka pada satu garis datar. Secara klasik, partikel dengan energi E dari dasar lembah maka partikel hanya dapat bolak-balik dari A dan B tanpa pernah keluar lembah. Untuk bisa melewati puncak, partikel membutuhkan energi sebesar ΔE. Karena beda ketinggian dari A ke puncak bukit, berimplikasi pada adanya energi potensial sebesar ΔE. Namun, dalam Kuantum dengan prinsip ketidakpastian Heisenberg, partikel dapat meminjam energi sebesar ΔE sehingga partikel mempunyai energi sebesar potensial dari ketinggian A ke puncak bukit. Sehingga, partikel bisa melewati puncak bukit dan menggelinding keluar dari lembah.[4]


Keimanan Seorang Muslim

Jika kita amati, keseluruhan keadaan manusia, akan kita jumpai adanya dua hal yang berbeda. Kita bisa memilih untuk sarapan dengan meninggalkan tempat tinggal atau tidak sarapan dan tetap berada di tempat tinggal. Ketika kita akhirnya sarapan dan meninggalkan tempat kerja, berarti kita telah memilih satu dari dua pilihan tadi dan pilihan tadi terjadi. Artinya kita berkuasa atas pilihan kita. Ini dinamakan dengan keadaan yang manusia menguasainya Adapun keadaan lain misalnya, kita terlahir sebagai orang Jawa, atau terlahir dari seorang ibu kita, atau kita memiliki mata sipit dan hidung pesek. Sehingga yang demikian kita tidak berkuasa untuk memilihnya. Keadaan ini disebut dengan keadaan yang manusia tidak menguasainya. Jadi ada dua keadaan, yaitu keadaan yang manusia menguasainya dan yang manusia tidak menguasainya.

Segala kejadian yang manusia tidak menguasainya inilah yang dinamakan dengan qadha (keputusan Allah). Oleh karena itu, seorang hamba tidak dimintai pertangjawaban atas kejadian ini, berapapun besar manfaat atau kerugiannya, disukai atau dibenci, meski kejadian tersebut mengandung manfaat atau kerugian dalam tafsiran manusia. Sebab, manusia tidak ikut andil dalam kejadian tersebut. Bahkan ia sama sekali tidak memiliki kemampuan untuk menolak atau mendatangkannya. Manusia hanya diwajibkan untuk beriman akan adanya qadha itu hanya berasal dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala. [5]

Sedangkan uraian qadar ialah, Allah Subhanahu Wa Ta'ala telah menciptakan khasiat pada benda-benda baik itu berada pada area yang manusia menguasainya maupun pada area yang manusia tidak menguasainya. Adanya khasiat pisau untuk membelah, api untuk membakar, atau kayu yang mampu terbakar adalah pemberian dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Khasiat-khasiat tersebut sesuai dengan nizamul wujud yang tidak bisa dilanggar lagi. Apabila dalam waktu tertentu khasiat ini melanggar nizamul wujud, maka itu karena Allah Subhanahu Wa Ta'ala telah menarik khasiat darinya. Wajib pula bagi seorang Muslim untuk beriman kepada qadar, baik dan buruknya dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala.[6]




 

Pengumpulan Preposisi dan Analisis

Sebagaimana ungkapan Ryder tadi, kalangan Fisikawan cenderung netral dalam memandang Fisika Kuantum. Namun, kalangan Theis dan Atheislah yang memberikan tendensi pada Fisika Kuantum.

Ungkapan, pertanyaan Atheisme di awal tadi ditujukan untuk menguji kalangan Theisme mempertahankan keimanannya atas fenomena Kuantum. Untuk itu, sebelum menjawab pertanyaaan tersebut, kita perlu memisahkan kedua tendensi terlebih dahulu, Yaitu tendensi Theisme dan Atheisme. Sehingga, kita perlu memperlajari Fisika untuk mengungkap fenomena Kuantum tadi.

Telah diuraikan sebelumnya, bahwa partikel selalu bergerak. Inilah pandangan Fisika Modern terhadap Kuantum yang tidak ditemukan dalam Fisika Klasik. Pandangan seperti ini belum tercampur dengan tendensi baik itu dari Theisme maupun dari Atheisme. Sebab, pandangan ini dibangun oleh Fisikawan dengan menggunakan kaidah-kaidah tertentu yang dipakai dalam dunia Fisika. Fisika menggunakan metode ilmiah dengan jalan eksperimental sehingga suatu pandangan dapat dirumuskan. Hal ini menegasikan ikut andilnya tendensi Theisme ataupun Atheisme dalam perumusan pandangan tersebut. Sehingga, Fisika itu murni dan tidak bertendensi. Demikian juga untuk pandangan atas fenomena partikel yang terjebak di antara dasar lembah dan sebuah bukit tadi. Dengan menggunakan ketidakpastian Heisenberg, pandangan tersebut terumuskan.

Inilah fenomena dalam Fisika yang terkandung dalam pertanyaan Atheisme di atas. Bahwa, dengan Fisika Modern, fenomena tersebut seakan terjadi dengan begitu saja. Terlepas apakah nantinya didapatkan sebuah kesimpulan bahwa itu terjadi dengan sendirinya, yaitu terjadi oleh partikel tersebut dengan sendirinya atau terjadi dengan pengaruh lain selain diri partikel tersebut. Atau dengan kata lain adanya pengaruh kehendak atas fenomena tersebut adalah manifestasi dari diberikannya tendensi atas fenomena tersebut.

Adapun di antara kalangan Fisikawan sendiri terbagi menjadi dua kutub yang bertentangan secara diametral. Kutub pertama adalah Theisme dan yang kedua adalah Atheisme. Ketika seseorang Fisikawan sudah merapat ke salah satu kutub tersebut, maka pandangan Fisika yang netral tadi berubah menjadi bertendensi sesuai dengan tendensinya masing-masing.


Kesimpulan

Setelah menelisik lebih dalam makna pertanyaan dengan menggunakan Fisika, sebagai seorang Muslim sudah saatnya kita berbicara dengan keimanan kita Bahwa fenomena Kuantum yang disampaikan kalangan Atheisme tadi adalah bagian dari qadha dan qadarnya. Bukti adanya kehendak atas fenomena tidak bisa dijabarkan dengan Fisika. Sebab, Fisika netral yang dengan itu bisa diberikan tendensi atasnya. Dengan keimanan terhadap qadha dan qadar kita tahu bahwa fenomena tersebut adalah bagian dari keputusan atau kehendak Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Lantas bagaimana kita tahu bahwa fenomena tersebut adalah kehendakNya? Akal kita tidak akan mampu menjangkau jawaban ini kecuali setelah kita meneriman informasi dariNya. Sehingga, untuk menjawab pertanyaan tersebut ialah dengan menggali informasi yang Allah berikan kepada kita.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman :

ذَٰلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ ۖ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۖ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ فَاعْبُدُوهُ ۚ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ وَكِيلٌ
Artinya: itulah Allah Tuhan kamu; tidak ada Tuhan selain Dia; Pencipta segala sesuatu, maka sembahlah Dia; dan Dia adalah Pemelihara segala sesuatu. (TQS. [6]:102)

Juga

قُلْ سِيرُوا فِي الأرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ بَدَأَ الْخَلْقَ ثُمَّ اللَّهُ يُنْشِئُ النَّشْأَةَ الآخِرَةَ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Katakanlah: “Berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah menjadikannya sekali lagi 1148. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (TQS. [29]:20)

Allah juga berfirman dalam Surat Saba' ayat 3

وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَا تَأْتِينَا السَّاعَةُ قُلْ بَلَى وَرَبِّي لَتَأْتِيَنَّكُمْ عَالِمِ الْغَيْبِ لَا يَعْزُبُ عَنْهُ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَلَا فِي الْأَرْضِ وَلَا أَصْغَرُ
مِن ذَلِكَ وَلَا أَكْبَرُ إِلَّا فِي كِتَابٍ مُّبِينٍ
Artinya : Dan orang-orang yang kafir berkata: "Hari kiamat itu tidak akan datang kepada kami".Katakanlah: "Pasti datang, demi Tuhanku Yang mengetahui yang gaib, kiamat itu pasti akan datang kepadamu. Tidak ada tersembunyi bagi-Nya seberat zarrah baik yang di langit dan maupun yang di bumi, yang lebih kecil dari itu atau yang lebih besar, semuanya tertulis dalam Kitab yang jelas (Lauh mahfuz)" (TQS [34]:3)

Jadi dapat disimpulkan bahwa dengan penjelasan dari Allahlah kita tahu bagaimana suatu penciptaan mengandung kehendak. Yaitu kehendak Allah terkandung dalam penciptaan mahkhluk.


Penutup

Akhirnya, pertanyaan Atheisme tersebut terjawab. Artikel ini akan ditutup dengan kata-kata inspiratif dari seorang Prof. Freddy Permana Zen. Dosen kami yang juga pernah menyanggah pernyataan Stephen Hawking dalam pertemuan Fisikawan dunia di Aula Universitas Kyoto. Mendengar uraian Hawking semua orang terdiam, tapi tidak dengan Freddy. Ia justru mempertanyakan pendapat Hawking dan meminta buktinya, karena menurutnya alam semesta ini ada yang menciptakan. Ternyata Hawking hanya diam, tidak dapat menjawab. “Audiens yang lain sih diam aja, mereka kan nggak peduli dengan agama,” ujar pria kelahiran Pangkalpinang, 1 Maret 1961 ini.[7]

Sumber : 

[1] Ryder, Lewis H 1988. Quantum Field Theory. New York: Cambridge University Press;
[2] Krane, Kenneth 1992. Fisika Modern. Jakarta: Universitas Indonesia Press;
[3] Purwanto, Agus 2008. Ayat-ayat Semesta. Bandung: Mizan;
[4] ibid;
[5] an Nabhani, Taqiyuddin. 2003. Peraturan Hidup dalam Islam. Bogor. Pustaka Thariqul Izzah;
[6] ibid.
[7] http://majalah.hidayatullah.com/?p=1145 diakses tanggal 4 Desember 2012 pukul 10:22 WIB


Tommy Aji Nugroho
Bandung, 4 Desember 2012 pukul 10:23 WIB

1 comment: