Menuju tua itu pasti, seiring bertambahnya usia. Sebab,
panah waktu selalu maju. Bukankah itu yang dijelaskan oleh hukum kedua
Termodinamika? Tua sebanding dengan perubahan waktu.
Tua itu sendiri bukanlah fakta. Tua itu abstratksi manusia atas tubuh manusia. Kulit yang keriput, rambut beruban, atau mata yang semakin sayu. Itulah tua. Tua menurut sebagian orang. Sebagian orang akan menganggap tua orang yang tubuhnya menjadi demikian adanya. Namun, ada juga beberapa orang yang tidak meganggap tua orang dengan tubuh demikian adanya. Tua itu abstraksi bukan fakta.
Dari abstraksi mari kita beralih ke yang pasti. Selain menuju ketuaan, ada juga fakta lain. Yaitu berkurangnya kadar khasiat setiap organ yang kita punyai dengan bertambahnya usia. Usia berarti waktu yang pernah dipunyai seseorang. Ia sebanding dengan waktu. Maka, berkurangnya kadar khasiat setiap organ akan berkurang seiring bertambahnya usia manusia. Faktanya di sekitar kita demikian adanya. Gap tinggi akan kita lihat dari keadaan dua orang manusia, kakek/nenek dengan cucunya yang sudah anak-anak.
Khasiat mata kakek untuk melihat sudah tidak lagi pancas seperti dulu waktu seumuran cucunya. Telinga yang tidak lagi sejelas dulu. Tangan dan kaki kakek yang semakin lemah. Tenaga kakek yang semakin loyo. Bahkan kadang ada yang menjadi pikun, ingatannya tidak secemerlang dulu. Pernah aku silaturahim ke seorang kakek yang masih adiknya kakek. Ketika bertemu dengan saudara sepupuku yang masih balita, sang kakek langsung memanggil nama ibuku. Nama ibuku digunakan untuk memanggil saudara sepupuku. Mungkin ia mengira, bahwa yang dipanggilnya itu ibuku. ya, dulu waktu sang kakek masih muda, ibuku masih balita dalam gendongan orang tuanya. Rupanya ingatan itulah yang kakek hadirkan pada saat itu. Suatu rentang waktu yang lama. Begitulah sang kakek dengan ingatannya yang tidak lagi cemerlang.
Kita tidak merasakan apa yang kakek rasakan, sekarang. Namun, siapa tahu kita berumur panjang dan kita akan mengalami sebagaimana yang kakek alami. Setiap organ yang kita miliki, berkurang kadar khasiatnya. Kita semakin lemah dan bergantung pada orang lain. Entah kapan itu akan terjadi.
Hukum kedua Termodinamika, bahwa waktu tidak akan pernah berjalan mundur. Masa depan menuju masa sekarang hingga kita dan kehidupan kita kembali kepada masa lalu. Itu tak kan pernah terjadi menurut hukum alam tersebut. Sementara perkembangan teknologi terjadi sebegitu cepatnya. Kita melihat piranti teknologi di sekitar kita. Pesatnya perkembangan teknologi dapat kita indera. Handphone pertama yang kita pakai dulu kita anggap sudah pintar pada waktu itu, tidak akan disebut dengan smartphone. Sebab, sekarang, sudah ada smartphone yang jauh lebih pintar dibandingkan dengan handphone pertama kita. Adanya perbedaan yang mencolok ditunjukkan dengan penamaan tersebut. Perbedaan mencolok menunjukkan pesatnya perkembangan teknologi dari handphone menjadi smartphone. Layaknya mengikuti hukum kedua Termodinamika, kita tidak akan pernah kembali kepada era handphone setelah kita berhasil menancapkan era smartphone. Kita tak akan pernah kembali pada era sebelumnya, dengan pencapaian teknologi yang kita dapatkan.
Menariknya, semakin tinggi pencapaian teknologi, semakin tinggi pula ketergantungan manusia akan teknologi tersebut. Anda akan membayangkan bagaimana susahnya tim dokter menjalankan operasi tanpa adanya listrik. Adanya listrik memang membantu tim dokter menjalankan operasi. Akan tetapi, pembawaan tersebut juga diimbangi dengan ketergantungan pada teknologi yang dibawanya. Kita akan merasakan panasnya temperatur di dalam mobil saat ac mobil tidak dijalankan. Padahal, panas yang dulu kita rasakan saat mobil-mobil belum dipasangi ac tidak kita hiraukan. Teknologi membawa dua muatan, muatan kemajuan untuk hidup lebih mudah dan muatan ketergantungan yang membuat kita susah melepaskan penggunaan teknologi dalam kehidupan kita. Semakin maju teknologi, semakin tergantung kita pada teknologi tersebut. Inilah kenapa hukum kedua Termodinamika digunakan untuk menjelaskan keadaan tersebut.
Jadi, saat menjadi kakek atau nenek nanti kita akan dihadapkan pada keterbatasan berupa kurangnya khasiat organ-organ yang kita punyai dan ketergantungan kita pada teknologi. Apa yang akan terjadi? Kita akan semakin asing dengan kehidupan di sekitar kita. Sekarang kita bisa tengok, betapa terasingnya sang kakek, saat cucunya sedang asyik memankan playstation. Atau sang nenek yang akan menganggap anehnya sang cucu saat ketawa-ketiwi sendiri bersama gadget yang digenggamnya. Padahal ketawa sang cucu bukan tanpa alasan, ia sedang berkomunikasi dengan temannya lewat teknologi bernama chatt. Sementara, keterbatasannya tadi yang semakin mengkristal membuat dirinya susah untuk menyamai kemampuan yang dicapai sang cucu. Ia benar-benar teralenisasi dengan kehidupan sekitarnya.
Untuk teknologi hiburan, tidak akan terlalu berpengaruh pada kehidupan sang kakek. Namun bagaimana dengan teknologi-teknologi baru yang digunakan untuk memudahkan pemenuhan kebutuhan hidupnya? Sumur gali yang sudah semakin ditinggalkan. Sumur gali diganti dengan sumur bor atau saluran PDAM, jendela sebagai fentilasi yang sudah digantikan dengan AC, bahan bakar kayu untuk memasak yang sudah digantikan dengan bahan bakar gas, dan beberapa penggunaan teknologi lainnya. Semua teknologi membawa ketergantungan pemakai padanya. Itu berarti, teknologi semakin menjauhkan kita pada alam sekitar kita. Mengambil air dengan menimba di sumur, mengambil udara segar dengan membuka jendela, atau menggunakan kayu untuk keperluan memasak adalah bentuk kedekatan kita pada alam sekitar. Itu tidak akan pernah kita lakukan selagi kita menggunakan teknologi penggantinya. Ketergantungan kita pada teknologi juga menjauhkan kita pada alam di sekitar kita. Tidak menjadi masalah jika kakek atau nenek kita mampu menggunakan teknologi-teknologi pengganti tadi dan sarana-prasarananya tersedia di masyarakat. Sehingga kakek atau nenek kita mampu mengadakannya di rumah. Namun, bagaimana jika yang terjadi adalah sebaliknya?
Kaki nenek yang sudah tidak lagi mampu melangkah lebih jauh akan kesusahan membeli gas isi 3 kg di warung yang letaknya tidak dekat. Tenaga nenek yang sudah tidak sekuat dulu akan kerepotan menjinjing tabung gas isi 3kg. Penglihatan nenek yang sudah semakin buram, akan menambah rentetan kesusahannya saat melepas dan menyambungkan selang gas dengan tabungnya. Bagaimana dengan masa kakek atau nenek kita? akankah sama? kita tidak tahu, yang jelas kita akan menjumpai keterbatasan-keterbatasan yang kakek atau nenek kita jumpai sekarang. Kita akan melihat hasrat teknokrat yang selalu terpacu mengembangkan teknologi untuk memudahkan manusia. yang juga berarti menambah kadar ketergantungan manusia pada teknologi. Jadi, tidak semestinya kita memandang remeh orang-orang tua di sekitar kita yang tidak paham akan teknologi yang kita gunakan. Mungkin keterbatasan mereka yang berbicara dan lebih memilih teraleniasi. Kita tetap menghargai dan berempati pada mereka. Kita temani mereka dalam dunianya supaya aleniasi yang dirasakannya tidak terlalu dalam. Boleh jadi, kitalah yang akan merasakan aleniasinya itu kelak. Bahkan mungkin akan lebih dalam kita rasakan. Entahlah... -__-
Tommy Aji Nugroho
di atas meja teras rumah, Pemalang 21 Desember 2012 pukul 04:20
Tua itu sendiri bukanlah fakta. Tua itu abstratksi manusia atas tubuh manusia. Kulit yang keriput, rambut beruban, atau mata yang semakin sayu. Itulah tua. Tua menurut sebagian orang. Sebagian orang akan menganggap tua orang yang tubuhnya menjadi demikian adanya. Namun, ada juga beberapa orang yang tidak meganggap tua orang dengan tubuh demikian adanya. Tua itu abstraksi bukan fakta.
Dari abstraksi mari kita beralih ke yang pasti. Selain menuju ketuaan, ada juga fakta lain. Yaitu berkurangnya kadar khasiat setiap organ yang kita punyai dengan bertambahnya usia. Usia berarti waktu yang pernah dipunyai seseorang. Ia sebanding dengan waktu. Maka, berkurangnya kadar khasiat setiap organ akan berkurang seiring bertambahnya usia manusia. Faktanya di sekitar kita demikian adanya. Gap tinggi akan kita lihat dari keadaan dua orang manusia, kakek/nenek dengan cucunya yang sudah anak-anak.
Khasiat mata kakek untuk melihat sudah tidak lagi pancas seperti dulu waktu seumuran cucunya. Telinga yang tidak lagi sejelas dulu. Tangan dan kaki kakek yang semakin lemah. Tenaga kakek yang semakin loyo. Bahkan kadang ada yang menjadi pikun, ingatannya tidak secemerlang dulu. Pernah aku silaturahim ke seorang kakek yang masih adiknya kakek. Ketika bertemu dengan saudara sepupuku yang masih balita, sang kakek langsung memanggil nama ibuku. Nama ibuku digunakan untuk memanggil saudara sepupuku. Mungkin ia mengira, bahwa yang dipanggilnya itu ibuku. ya, dulu waktu sang kakek masih muda, ibuku masih balita dalam gendongan orang tuanya. Rupanya ingatan itulah yang kakek hadirkan pada saat itu. Suatu rentang waktu yang lama. Begitulah sang kakek dengan ingatannya yang tidak lagi cemerlang.
Kita tidak merasakan apa yang kakek rasakan, sekarang. Namun, siapa tahu kita berumur panjang dan kita akan mengalami sebagaimana yang kakek alami. Setiap organ yang kita miliki, berkurang kadar khasiatnya. Kita semakin lemah dan bergantung pada orang lain. Entah kapan itu akan terjadi.
Hukum kedua Termodinamika, bahwa waktu tidak akan pernah berjalan mundur. Masa depan menuju masa sekarang hingga kita dan kehidupan kita kembali kepada masa lalu. Itu tak kan pernah terjadi menurut hukum alam tersebut. Sementara perkembangan teknologi terjadi sebegitu cepatnya. Kita melihat piranti teknologi di sekitar kita. Pesatnya perkembangan teknologi dapat kita indera. Handphone pertama yang kita pakai dulu kita anggap sudah pintar pada waktu itu, tidak akan disebut dengan smartphone. Sebab, sekarang, sudah ada smartphone yang jauh lebih pintar dibandingkan dengan handphone pertama kita. Adanya perbedaan yang mencolok ditunjukkan dengan penamaan tersebut. Perbedaan mencolok menunjukkan pesatnya perkembangan teknologi dari handphone menjadi smartphone. Layaknya mengikuti hukum kedua Termodinamika, kita tidak akan pernah kembali kepada era handphone setelah kita berhasil menancapkan era smartphone. Kita tak akan pernah kembali pada era sebelumnya, dengan pencapaian teknologi yang kita dapatkan.
Menariknya, semakin tinggi pencapaian teknologi, semakin tinggi pula ketergantungan manusia akan teknologi tersebut. Anda akan membayangkan bagaimana susahnya tim dokter menjalankan operasi tanpa adanya listrik. Adanya listrik memang membantu tim dokter menjalankan operasi. Akan tetapi, pembawaan tersebut juga diimbangi dengan ketergantungan pada teknologi yang dibawanya. Kita akan merasakan panasnya temperatur di dalam mobil saat ac mobil tidak dijalankan. Padahal, panas yang dulu kita rasakan saat mobil-mobil belum dipasangi ac tidak kita hiraukan. Teknologi membawa dua muatan, muatan kemajuan untuk hidup lebih mudah dan muatan ketergantungan yang membuat kita susah melepaskan penggunaan teknologi dalam kehidupan kita. Semakin maju teknologi, semakin tergantung kita pada teknologi tersebut. Inilah kenapa hukum kedua Termodinamika digunakan untuk menjelaskan keadaan tersebut.
Jadi, saat menjadi kakek atau nenek nanti kita akan dihadapkan pada keterbatasan berupa kurangnya khasiat organ-organ yang kita punyai dan ketergantungan kita pada teknologi. Apa yang akan terjadi? Kita akan semakin asing dengan kehidupan di sekitar kita. Sekarang kita bisa tengok, betapa terasingnya sang kakek, saat cucunya sedang asyik memankan playstation. Atau sang nenek yang akan menganggap anehnya sang cucu saat ketawa-ketiwi sendiri bersama gadget yang digenggamnya. Padahal ketawa sang cucu bukan tanpa alasan, ia sedang berkomunikasi dengan temannya lewat teknologi bernama chatt. Sementara, keterbatasannya tadi yang semakin mengkristal membuat dirinya susah untuk menyamai kemampuan yang dicapai sang cucu. Ia benar-benar teralenisasi dengan kehidupan sekitarnya.
Untuk teknologi hiburan, tidak akan terlalu berpengaruh pada kehidupan sang kakek. Namun bagaimana dengan teknologi-teknologi baru yang digunakan untuk memudahkan pemenuhan kebutuhan hidupnya? Sumur gali yang sudah semakin ditinggalkan. Sumur gali diganti dengan sumur bor atau saluran PDAM, jendela sebagai fentilasi yang sudah digantikan dengan AC, bahan bakar kayu untuk memasak yang sudah digantikan dengan bahan bakar gas, dan beberapa penggunaan teknologi lainnya. Semua teknologi membawa ketergantungan pemakai padanya. Itu berarti, teknologi semakin menjauhkan kita pada alam sekitar kita. Mengambil air dengan menimba di sumur, mengambil udara segar dengan membuka jendela, atau menggunakan kayu untuk keperluan memasak adalah bentuk kedekatan kita pada alam sekitar. Itu tidak akan pernah kita lakukan selagi kita menggunakan teknologi penggantinya. Ketergantungan kita pada teknologi juga menjauhkan kita pada alam di sekitar kita. Tidak menjadi masalah jika kakek atau nenek kita mampu menggunakan teknologi-teknologi pengganti tadi dan sarana-prasarananya tersedia di masyarakat. Sehingga kakek atau nenek kita mampu mengadakannya di rumah. Namun, bagaimana jika yang terjadi adalah sebaliknya?
Kaki nenek yang sudah tidak lagi mampu melangkah lebih jauh akan kesusahan membeli gas isi 3 kg di warung yang letaknya tidak dekat. Tenaga nenek yang sudah tidak sekuat dulu akan kerepotan menjinjing tabung gas isi 3kg. Penglihatan nenek yang sudah semakin buram, akan menambah rentetan kesusahannya saat melepas dan menyambungkan selang gas dengan tabungnya. Bagaimana dengan masa kakek atau nenek kita? akankah sama? kita tidak tahu, yang jelas kita akan menjumpai keterbatasan-keterbatasan yang kakek atau nenek kita jumpai sekarang. Kita akan melihat hasrat teknokrat yang selalu terpacu mengembangkan teknologi untuk memudahkan manusia. yang juga berarti menambah kadar ketergantungan manusia pada teknologi. Jadi, tidak semestinya kita memandang remeh orang-orang tua di sekitar kita yang tidak paham akan teknologi yang kita gunakan. Mungkin keterbatasan mereka yang berbicara dan lebih memilih teraleniasi. Kita tetap menghargai dan berempati pada mereka. Kita temani mereka dalam dunianya supaya aleniasi yang dirasakannya tidak terlalu dalam. Boleh jadi, kitalah yang akan merasakan aleniasinya itu kelak. Bahkan mungkin akan lebih dalam kita rasakan. Entahlah... -__-
Tommy Aji Nugroho
di atas meja teras rumah, Pemalang 21 Desember 2012 pukul 04:20
No comments:
Post a Comment